Kamis, 28 Maret 2013

Definisi Zakat.
 
       Kata zakat merupakan bentuk mashdar yang berasal dari kata zaka-yazku-zakaan, yang berarti tumbuh, subur, suci, baik, dan keberkahan. Dalam al-Qur’an kata zakat dan derivasinya disebut 32 kali dengan makna kesucian dan kesolehan, sedekah, dan ukuran dari harta tertentu untuk diberikan kepada orang-orang tertentu dengan beberapa syarat. Zakat adalah ibadah wajib bagi seorang muslim yang telah memiliki syarat tertentu, berupa milik penuh, harta berkembang/prodektif, cukup senisab, bebas dari hutang, sudah sampai setahun (haul), melebihi dari kebutuhan primer (al-hajah al-ashliyah). Dalam pengertian lain, zakat juga berarti: tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah. (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah:10)

        Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus di berikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat. Menurut hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan untuk di berikan kepada golongan tertentu. Selain itu ada istilah sedekah dan infak, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sedekah wajib dinamakan zakat, sedangkan sedekah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan sedekah. Penyebutan zakat dan infaq dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, karena harta itu tumbuh berkembang. Dalam ajaran islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah yang dapat membawa kebaikan bagi hidup.

        Mannan mendefinisikan zakat sebagai upaya untuk menyucikan yang menumpuk. Zakat juga memiliki arti lain, yaitu al-barakat (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), at-thaharatu (kesucian) dan al-shalahu (keberesan).Sedangkan Syekh Muhammad Syarbini al-Khatib dalam kitabnya “al-Iqna fi Halli Alfazi Abi Syuja’i, mendefinisikan zakat sebagai berikut :

Artinya : “Sebutan (nama) bagi sejumlah harta tertentu yang wajib di keluarkan oleh seorang muslim yang berhak menerimanya (mustahik dengan persyaratan tertentu)”

B. Dasar Hukum Zakat.

1.      Al-Qur’an.

Zakat dalam al-Qur’an disebut sebanyak 82 kali. Ini menunjukan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللهِ إِنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {البقرة : 110}

Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah:110)

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ    {التوبة : 11}

Artinya : “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”(QS. at-Taubah:11)

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ{التوبة : 60}

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”( QS. at-Taubah:60)

2.      Al-Sunnah :


وقال ابن عباس حدثني أبو سفيان في حديث هرقل فقال يأمرنا – يعني النبي صلى الله عليه و سلم – بالصلاة والصدق والعفاف

Dari ibn Abbas r.a ia berkata : aku di beri tahu oleh Abu Sofyan ra, lalu ia menyebutkan hadits Nabi saw, ia mengatakan : “Nabi saw memerintahkan kita agar mendirikan shalat, menunaikan zakat, silaturrahmi (menghubungi keluarga) san ifat (yakni menahan diri dari perbuatan buruk).”

عن أبي أيوب رضى الله عنه  : أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه و سلم أخبرني بعمل يدخلني الجنة . قال ماله ماله . وقال النبي صلى الله عليه و سلم{ أرب ماله تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصل الرحم
}
Dari abu Ayyub ra. Bahwasannya seseorang berkata kepada Nabi saw: beritakanlah kepadaku amal yang dapat memasukan saya ke syurga. Ia berkata : “Apakah itu, apakah itu?”Nabi saw bersabda: “apakah keperluannya?kamu menyembah Allah swt, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kamu mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menyambung keluarga silaturrahmi.”
Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini bedasarkan pada kejelasan sighat berupa redaksi dalam bentuk fi’il amar yang berarti kewajiban/perintah dan dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qathi’i.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari’at islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi sayarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji dan puasa) yang telah di atur secara rinci dan paten berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.

3.      Al-Qanun (Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah).

Di Indonesia, zakat telah masuk dalam kebijakan negara dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tetang Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D/tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

C. Perkembangan Pemikiran Tentang Zakat Fitrah.

1.      Sejarah Zakat Fitrah.
Zakat fitrah ditetapkan pada tahun ke- 2 Hijrah (tahun 623 M), sebelum syara’ mengadakan aturan-aturan yang jelas terhadap zakat mal. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw mengumumkan dihadapan para sahabat, tentang beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang Islam. Di antara butiran sabda beliau adalah : “wajib mengeluarkan zakat al-nafs” atau zakat fitrah.
Pengemuman ini dikeluarkan dua hari sebelum hari raya ‘idul fithri, yang pada tahun itu, juga baru dimulai pengeluaran zakat fitrah tersebut. Pada waktu itu Nabi Muhammad saw membagi zakat hanya kepada fakir dan miskin baik sebelum turunnya firman Allah swt QS. At-Taubah ayat 60, bahkan sesudah itupun, Nabi sangat mementingkan bahwa zakat fitrah ni hanya kepada fakir dan miskin saja. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :

Diceritakan kepada kami oleh Siyar bin ‘Abd al-Rahman al-Shadafy dari ‘Ikrimah dari ibnu ‘Abbas ra., berkata : telah diwajibkan oleh Rasulullah saw., zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dan sebagai pemberian makan kepada orang yang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied maka zakatnya diterima, dan bagi siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘ied maka zakat itu berniai shadaqah secara umum.“(HR. al-Hakim)
2.      Pendapat Imam abu Hanifah.

Pendistribusian zakat fitrah sama dengan pendistribusian harta zakat secara umum, sebagaimana yang tertera di dalam ayat (sesungguhnya zakat itu untuk orang-orang fakir) dan seterusnya.
3.      Pendapat Imam Malik.

Disyaratkan untuk mendistribusikan zakat kepada satu golongan yang tertera pada ayat tersebut yakni golongan fakir atau miskin yang merdeka, muslim, dan bukan dari bani Hasyim. Maka jika terdapat seorang dari golongan ibnu sabil namun tidak fakir atau miskin maka ia tidak boleh mendapatkannya.

4.      Pendapat Imam asy-Syafi’i.
Dalam hal ini, Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa zakat hanya diberikan kepada golongan fakir atau miskin saja, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :

Pendistribusiannya (zakat fitrah) seperti pendistribusian zakat yang telah ditentukan (yakni ashnaf delapan, sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah di dalam al-Qur’an.)


Sahabuddin…[et al.]., Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),     h. 1124-1125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar